Di Tanah Syiurga
Di Tanah surga yang katanya tongkat kayu dan batu pun bisa tumbuh jadi tanaman, gema dari menara-menara doa bersahut-sahutan seperti kabut yang tak pernah surut, menyelimuti gang sempit hingga gedung-gedung angkuh pencakar awan. Jadwal ceramah lebih padat dari rapat kabinet, dan seruan suci lebih gegap gempita daripada jerit keadilan. Tanah ini sering disebut sebagai negeri paling beriman, tempat berjuta jiwa mengangkat tangan ke langit. Tak hanya Jalan Cahaya, tapi juga lorong-lorong kepercayaan lain berdetak di dalamnya. Tapi lihatlah, semakin tinggi menara dibangun, semakin dalam luka sosial menganga. Mereka berkata tanah ini penuh berkah, tapi datanya lebih jujur dari doa, korupsi jadi budaya, kemiskinan jadi warisan, dan keadilan? Ia bagai hantu yang hanya muncul di pidato kampanye. Di negeri ini, doa tak kurang, dzikir melimpah, dan ibadah tak pernah henti. Tapi kenapa kebenaran justru menjadi tamu yang paling jarang diundang? Seolah Langit telah ditarik paksa ke ruan...